Di ranah teknologi, sudah menjadi rahasia umum bila pria lebih dominan daripada wanita. Tidak mengherankan bila startup juga masih didominasi pria. Meski begitu, cukup banyak wanita yang menceburkan diri ke ranah ini. Tech in Asia merangkum 12 wanita asal Asia Tenggara yang berhasil menggebrak dunia.
Nabilah Alsagoff, Doku
Nabilah adalah Founder sekaligus Chief Operating Officer Doku, layanan pembayaran online di Indonesia. Ide untuk mendirikanstartup ini lahir setelah ia bekerja untuk situs turisme yang membantu mengembalikan kepercayaan terhadap Bali setelah serangan teroris di tahun 2002. Ia melihat sebuah perusahaan asal Malaysia yang memberikan layanan pembayaran untuk setiap transaksi di situs. Dari sana, Nabilah memutuskan untuk membuat konsep serupa bagi masyarakat Indonesia. Sejumlahbrand besar seperti AirAsia dan Sinar Mas Land adalah beberapa klien Doku.
Veronika Linardi, Qerja
Veronika adalah orang di belakang situs lokal Qerja, yang memungkinkan pencari kerja dan pemilik perusahaan berbagi informasi terkait perusahaan – mirip dengan platform asal Amerika Serikat, Glassdoor. Melalui platform tersebut, pengguna bisa mengetahui informasi yang jelas mengenai kesejahteraan di sebuah perusahaan, seperti informasi gaji dan sistem rekrutmen.
Di bulan Maret lalu, Qerja berhasil mendapat pendanaan delapan digit dari SB ISAT Fund, perusahaan gabungan dari SoftBank dan Indosat. Putaran pendanaan ini disebut-sebut sebagai salah satu pendanaan seri A startup terbesar di Asia Tenggara. Veronika yang sudah menjalankan perusahaan rekrutmen Linardi Associates sejak 2006 kini siap membawa Qerja ke level berikutnya.
Hooi Ling Tan, GrabTaxi (MyTeksi)
Bicara mengenai layanan booking kendaraan umum, Asia adalah salah satu lahan yang “basah”. Uber berhasil menginvasi sejumlah negara di Asia Tenggara, sementara Easy Taxi nampak mati-matian bersaing dengan GrabTaxi, yang belakangan disebut-sebut sebagai salah satu ”unicorn” dengan valuasi miliaran dolar.
Hooi Ling Tan adalah mantan konsultan McKinsey, mendirikan GrabTaxi dengan teman kuliahnya di Harvard dulu, Anthony Tan. Keduanya memiliki konsep yang sama untuk membuat aplikasi mobile yang akan menghubungkan konsumen secara langsung ke pengemudi taksi melalui smarpthone.
Ide tersebut mereka bawa ke kompetisi startup yang diselenggarakan Harvard pada tahun 2011. Di tahun 2012, mereka meluncurkan aplikasi tersebut di Malaysia. GrabTaxi kini tersedia di 21 negara di Asia Tenggara dan sejauh ini berhasil memperoleh pendanaan sebesar $340 juta (sekitar Rp4,6 triliun).
Sylvia Yin, Shoppr
Dengan maraknya gelombang e-commerce di tanah air, persaingan di ranah ini mulai memanas. Di sisi pengguna, jumlah aplikasi yang terpasang di smartphone mereka juga semakin melimpah. Sylvia juga sempat mengalami hal ini, sehingga mereka memutuskan mendirikan Shoppr, aplikasiaggregator toko online.
Shoppr menggunakan metode swipe yang mirip dengan aplikasi kencan Tinder dan menggunakan algoritma berdasarkan kebiasaan pengguna. Melalui cara inilah aplikasi ini menghadirkan pilihan produk yang kemungkinan besar disukai pengguna. Sylvia menargetkan Shoppr bisa menjadi yang terdepan di ranah belanja fashion berbasis mobile di Asia Tenggara.
Reese Fernandez-Ruiz, Rags2Riches
Sejak 2007, Reese dan timnya telah aktif membantu para wanita kurang mampu di Filipina dengan membuat beragam produkfashion dan aksesori rumah tangga melalui startup Rags2Riches.
Startup ini menyediakan aksesori yang dibuat dari beragam bahan daur ulang. Staf yang terlibat di Rag2Riches berjumlah 900 orang, dan rata-rata merupakan wanita yang berasal dari salah satu tempat pembuangan sampah terbesar di Filipina. Sebelum startup ini hadir, para wanita ini sudah mulai membuat kerajinan tangan, namun sayangnya ditangani oleh pihak yang kurang bertanggung jawab.
Tahun ini, Reese masuk dalam daftar 30 Under 30 Social Entrepreneurs menurut Forbes. Majalah tersebut menyebutkan bahwa Reese termasuk dalam golongan “orang-orang yang mendedikasikan bakat dan pendiriannya untuk dunia yang lebih baik.”
Chow Paredes, Zipmatch
Chow adalah broker properti profesional di belakang ZipMatch, salah satu portal jual beli dan sewa properti terbesar di Filipina. ZipMatch kini merupakan salah satu pilar utama dari perekonomian negara tersebut.
Melalui ZipMatch, Chow membidik ranah broker properti dengan menghapuskan kebiasaan lama yang hanya sekadar mendorong penjualan tanpa adanya layanan konsumen yang baik. Apa yang dilakukan Chow dan timnya adalah mengumpulkan para broker, memberi pelatihan, dan membantu mereka untuk melayani klien.
Huang Shao Ning, JobsCentral
Jumlah entrepreneur berbasis internet di Singapura mulai naik ketika CareerBuilder asal Amerika Serikat membeli JobsCentral di tahun 2011 lalu. Didirikan oleh Huang Shao Ning, JobsCentral adalah salah satu portal pencarian pekerjaan di Singapura dengan lebih dari 800.000 pencari kerja terdaftar pada saat itu. Cerita timnya menjadi inspirasi bagi banyak founder yang ingin berhasil exit.
Qing-Ru Lim, Zopim
Zopim merupakan startup asal Singapura yang terkenal denganwidget chat untuk customer sevice. Startup ini diakuisisi oleh perusahaan layanan konsumen asal San Fransisco Zendesk dengan nilai $30 juta (sekitar Rp399 miliar).
Perusahaan asal Singapura ini didirikan pada 2008 dan mulai merilis layanan betanya dua tahun setelahnya. Salah satufounder Zopim, Qing-Ru Lim, berusaha keras di tahap awal dengan bersedia hanya dibayar S$410 (sekitar Rp4,1 juta) per bulan selama dua tahun, gaji yang terbilang sangat kecil untuk ukuran Singapura. Kerja keras mereka berbuah manis dan pengguna mereka berhasil mencapai 40.000 hingga akhirnya diakuisisi Zendesk. Berdasarkan sumber terpercaya, Qing-Ru mendapatkan saham S$3,57 juta (sekitar Rp35,6 miliar).
Alexis Horowitz-Burdick, Luxola
Ketika toko kosmetik online Luxola baru didirikan di 2011, ada masa-masa dimana Founder Alexis Horowitz-Burdick tidak bisa menggaji dirinya sendiri dan timnya. Beruntung, koleganya percaya ada prospek dari perusahaan ini dan rela bekerja tanpa dibayar demi misi yang lebih besar.
Berlanjut ke 2014, Luxola berhasil mendapatkan pendanaan jutaan dolar untuk ekspansinya di Asia Tenggara. Luxola saat ini telah beroperasi di Singapura, Indonesia, dan Thailand dan telah melakukan pengiriman ke Hong Kong, UAE, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Australia.
Sarah Huang, WhatsNew
Sarah adalah salah satu sosok di belakang WhatsNew, perusahaan e-commerce asal Thailand yang mendapat pendanaan dari Ardent Capital. Satu dekade menyelami ranah ini, Sarah jelas sangat berpengalaman di bidangnya.
Di bawah kepemimpinannya, WhatsNew berkembang dari bisnis kecil ke level regional, dan sudah bekerja sama dengan sejumlahbrand besar seperti Petloft, Venbi, Sanoga, dan Laferna. Ia juga membuat pemasukan meningkat dari hanya ribuan dolar pada beberapa bulan operasionalnya, sampai kini rata-rata beromzet $2 juta (Rp26,6 miliar) per tahun.
Meski begitu, Sarah telah memutuskan untuk meninggalkan WhatsNew dan fokus menjadi ibu serta menjadi konsultan untuk Buzzebees, yang berfokus pada pengembangan teknologi mobile pada loyalitas konsumen.
Sementara WhatsNew sendiri baru saja mengumumkan akuisisi MOXY, e-commerce ke lima mereka. Mereka membidik pasar kaum hawa dan ingin menjadi yang terdepan di ranah tersebut.
Esther Nguyen, Pops worldwide
Esther tumbuh di Amerika Serikat. Setelah lulus di tahun 1998, ia menjalankan startup e-commerce yang menyediakan produk-produk kecantikan dan kosmetik. Namun sayangnya ia tidak memiliki kemampuan menjalankan bisnis yang baik sehingga tidak bertahan lama. Setelahnya ia mencoba terjun ke ranah teknologi hijau. Namun kala itu adalah era booming-nya teknologi internet, dan teknologi hijau bukan ranah yang “seksi” dan akhirnya gagal.
Meski begitu, Esther tidak patah semangat. Ia mendirikan studio developer di Hanoi dan memantaunya dari Amerika Serikat. Di tengah perjalannnya, ia melihat ada kesempatan besar di ranah musik Vietnam dan mulai fokus di dalamnya. Ia menjual sahamnya di studio developer itu kepada rekannya, dan memutuskan pindah dari Amerika Serikat untuk mendirikan Pops Worldwide.
Pops Worldwide berfokus mengembangkan aplikasi mobile sekaligus memberi lisensi dan penerbitan. Sejak September 2008 lalu, startup ini telah mengumpulkan lisensi dan hak distribusi untuk sebagian besar musik di Vietnam. Saat ini mereka bahkan menjadi pemegang lisensi utama musik Vietnam di YouTube.
Thuy Thanh Truong, Tappy
Thuy adalah figur yang terkenal di ranah startup di Vietnam, dan ia berhasil meraih popularitas di umurnya yang masih belia, 29 tahun. Ia adalah Co-Founder GreenGar, salah satu startuppenyedia layanan mobile yang berfokus di ranah game dan beragam aplikasi lain, dan juga Tappy, aplikasi sosial yang mengubah setiap lokasi menjadi medium sharing komunitas virtual. Di bulan Mei, Tappy diakusisi Weeby. Hal ini membuat Thuy menjadi Director of Business Development Weeby di Asia.
(Diterjemahkan oleh Pradipta Nugrahanto dan diedit oleh Lina Noviandari; Sumber Gambar: Rogerebert.com)
sumber : www.techinasia.com
EmoticonEmoticon