Campus Visit UI: Bagaimana Mengoptimalkan Perusahaan Berbasis Teknologi?

Tech in Asia Campus Visit kembali hadir untuk berbagi inspirasi seputarstartup dan kewirausahaan kepada para mahasiswa. Di minggu awal bulan Ramadan ini,Tech in Asia menyambangi Universitas Indonesia. Mengusung tema Founder’s Stories, kali ini giliran CEO sekaligus Founder Qlapa, Benny Fajarai, berbagi pengalaman dan pandangannya di ranah entrepreneur dan dunia startup kepada ratusan mahasiswa yang hadir.
Benny sendiri sudah tertarik menjadi entrepreneur sejak duduk di bangku kuliah semester awal. Ia mendirikan Cactus Project di kuliah semester 3 dengan harapan ingin menjadi lulusan yang tidak biasa. “Perusahaan pertama ini adalah digital and web agency untuk perusahaan multinasional, beberapa klien kami di antaranya adalah Sampoerna dan Nielsen,” paparnya membuka pembicaraan.
Ada dua hal yang membuatnya mantap memasuki ranah entrepreneur, yang pertama adalah teknologi dan kedua adalah kreativitas. “Dua hal itu yang mendorong saya mendirikan Kreavi,” lanjut Benny. Ia mengaku bahwa sejak awal, tujuannya mendirikan Kreavi tidak hanya sekadar mendapatkan uang, tapi juga mewujudkan cita-cita membangun perusahaan teknologi.

Mengembangkan mimpi yang lebih besar

Sejak tiga bulan terakhir, Benny meninggalkan Kreavi dan merintis Qlapa. Baginya ini merupakan sebuah upaya mewujudkan mimpi besarnya memberdayakan kreativitas lokal dengan teknologi. “Indonesia adalah negara yang terkenal dengan produk kerajinan tangan. Produk Indonesia yang sudah go internasional sebagian besar adalah produk kerajinan tangan.” ujarnya.” ujarnya.
Lebih lanjut Benny menuturkan bila ragam produk kerajinan itu tidak hanya sebatas batik dan topeng Bali. “Kalau yang semacam itu rasanya terlalu kuno, tapi coba perhatikan, ada dompet kulit, lukisan, dan juga peralatan kayu untuk memasak. Itu produk kerajinan tangan dan jumlah ekspornya selalu meningkat,” paparnya.
Keputusan Benny menceburkan diri ke ranah kerajinan tangan salah satunya dipicu dengan tingginya harga produk kerajinan tangan di pasaran. “Dompet kulit yang saya beli di Inacraft misalnya, harganya hanya Rp100.000, padahal di mal bisa sampai enam kali lipat untuk yang bahan kulit asli,” tuturnya. Berkaca dari kondisi semacam itu, Qlapa mencoba memotong jalur distribusi. “Ongkos produksinya sebenarnya tidak sebesar itu,” tambahnya.

Memberdayakan perajin

Masalah lain yang dilihat Benny dari tingginya harga produk kerajinan semacam itu adalah tingginya harga, namun yang mendapat keuntungan besar justru pihak-pihak lain di luar perajin. “Kita ingin memberdayakan perajinnya. Ambil contoh furnitur di perkantoran, harganya pasti minimal jutaan dan kualitasnya biasa saja. Sementara bila kita memesan langsung dari produsen hasilnya akan jauh lebih bagus, dengan harga yang lebih murah,” ucap Benny.
Saat ini ia juga melihat bila orang cenderung terlena dengan merek, “Coba saja IKEA, Ace Hardware, atau yang lain. Kita ingin membuat platform yang menghubungkan konsumen dan produsen,” tambahnya.

Tips membangun startup teknologi

Setelah menyampaikan pemaparan mengenai perjalanannya di ranah entrepreneur, tak ketinggalan Benny juga berbagi tips untuk para mahasiswa yang ingin membangun startupteknologi. Apa saja?
1. Ketahui apa itu perusahaan teknologi
Hal pertama yang ditekankan Benny adalah sebelum mulai memutuskan akan mendirikan perusahaan teknologi adalah tahu betul apa yang dimaksud perusahaan teknologi. “Bukan karena sekadar memiliki situs maka bisa dikategorikan sebagai perusahaan teknologi,” ujar Benny.
Sebagai contohnya beberapa situs e-commerce di tanah air, tidak semuanya merupakan perusahaan teknologi. Lain halnya dengan Amazon yang menggunakan sejumlah teknologi seperti drone untuk pengiriman barang. “Perusahaan teknologi tidak akan memerlukan sumber daya manusia yang terlalu banyak karena mereka mengaplikasikan teknologi yang memudahkan dalam membuat sebuah produk,” jelasnya.
2. Temukan SDM yang tepat
Semasa kuliah, Benny banyak menghabiskan waktu duduk di barisan kursi belakang untukcoding. Namun ia menyarankan mahasiswa untuk memanfaatkan masa kuliah semaksimal mungkin. “Belajar sebanyak mungkin, kalau saya dulu lebih banyak memanfaatkan skillketimbang menambah skill. Tapi tidak disesali karena saya sekarang menjadi business guy.
Dalam mencari SDM yang tepat, skill adalah yang utama. “Contohnya ketika saya mencariengineer, saya akan mengutamakan yang algoritmanya bagus, bukan sekadar orang yang jago coding. Benny juga menambahkan bahwa dengan menerima karyawan berkualitas A, nantinya mereka akan merekomendasikan orang-orang berkualitas A. “Sementara ketika menerima orang dengan kualitas B, maka kecenderungannya akan mendapat orang B atau C (lebih parahnya).”
3. Kultur perusahaan
Benny menilai budaya kerja adalah elemen penting dalam mengembangkan perusahaan berbasis teknologi. “Bagaimana keseharian kita dalam bekerja, interaksi, suasana kantor, ritual yang berulang, nilai-nilai yang dipercayai. Semua hal ini yang membentuk kultur perusahaan.”
Sementara di perusahaan, Benny juga melihat ada beragam kultur. “Salah dimarahi, telat sedikit potong gaji, dan tentunya bagaimana leader membentuk perusahaan,” jelasnya.
Benny menyarankan agar membentuk kultur yang imbang dan minim senioritas, dan jangan takut untuk disalahkan. “Contohnya kalau kita membahas Google, apakah ada elemen fun yang terlintas di pikiran? Oh ya, untuk para pencari kerja juga sebaiknya memahami terlebih dulu culture perusahaannya,” tandas Benny.
Campus Visit Whole Attendance

Bagi Anda mahasiswa yang tertarik dengan Campus Visit dan ingin menjadi bagian dari komunitas ini, kami mempersilakan Anda untuk bergabung ke dalam grup Facebook Tech in Asia – Campus Visit. Dalam grup ini, Anda akan bertemu dengan mahasiswa lainnya yang berjiwa entrepreneur dan dapat saling berbagi informasi yang menarik dan berguna.
(Diedit oleh Lina Noviandari)
Previous
Next Post »